SENI BUDAYA JAWA TENGAH
Kebudayaan Jawa merupakan salah satu
sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa mengakar di Jawa Tengah
bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai
Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba
yang kini menghuni Museum Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi
sejarah, betapa tuanya bumi Jawa Tengah sebagai kawasan pemukiman yang
dengan sendirinya merupakan suatu kawasan budaya. Dari kebudayaan purba
itulah kemudian tumbuh dan berkembang sosok kebudayaan Jawa klasik yang
hingga kini terus bergerak menuju kebudayaan Indonesia.
Kata klasik
ini berasal dari kata Clacius, yaitu nama orang yang telah berhasil
menciptakan karya sastra yang mempunyai “nilai tinggi”. Maka karya
sastra yang tinggi nilainya hasil karya Clacius itu dinamakan “Clacici”.
Padahal Clacici adalah golongan ningrat/bangsawan, sedangkan Clacius
termasuk golongan ningrat, oleh karena itu hasil karya seni yang
mempunyai nilai tinggi disebut “seni klasik”.
Bengawan Solo bukan
hanya terkenal dengan lagu ciptaan Gesang akan tetapi lebih daripada itu
lembahnya terkenal sebagai tempat dimana banyak sekali diketemukan
fosil dan peninggalan awal sejarah kehidupan di atas bumi ini.
Pada
tahun 1891 Eugene Dubois menemukan sisa-sisa manusia purba yang diberi
nama “Phitecanthropus Erectus” di daerah Trinil, Ngawi Karesidenan
Madiun. Ternyata fosil-fosil itu lebih purba (tua) dan lebih primitif
daripada fosil-fosil Neanderthal yang ditemukan di Eropa sebelumnya.
Penggalian-penggalian diteruskan hingga pada sekitar tahun 1930-1931
ditemukan lagi fosil manusia di Ngandong dan di Kedungbrubus daerah
Sangiran. Fosil ini lebih tua dari yang ditemukan di Jerman maupun di
Peking. Berbeda dengan penemuan di bagian dunia lain, penemuan
fosil-fosil pulau Jawa didapat pada semua lapisan Pleistoceen dan tidak
hanya pada satu lapisan saja. Hingga nampak jelas perkembangan manusia
sejak dari bentuk ‘keorangan’nya yang mula-mula (homonide), sedang dari
bagian lain di dunia penemuan-penemuan itu tidak memberi gambaran yang
sedemikian lengkap. Manusia purba itu diperkirakan hidup dalam
kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-keluarga yang
terdiri dari enam shingga duabelas individu. Mereka hidup berburu
binatang di sepanjang lembah-lembah sungai. Cara hidup seperti ini
agaknya tetap berlangsung selama satu juta tahun. Kemudian diketemukan
sisa-sisa artefak yang terdiri dari alat-alat kapak batu di sebuah situs
di dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi
diperkirakan berumur 800.00 tahun dan diasosiasikan dengan fosil
Pithecanthropus yang telah berevolusi lebih jauh. Dengan demikian
diperkirakan bahwa sejak paling sedikit 800.000 tahun yang lalu para
pemburu di pulau Jawa sudah memiliki suatu kebudayaan.
Manusia dan
kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak
mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada
kebudayaan jika tidak ada pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi
manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk
melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang,
bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak
cucu keturunan selanjutnya.
Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya
diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada sejumlah warisan
sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat
istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon,
Candi Prambanan di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan
candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa silam yang tak ternilai
harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-batu prasasti, tergores
di daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra
Jawa klasik yang hingga kini tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan.
Ada pula warisan kebudayaan yang bermutu tinggi dalam wujud seni tari,
seni musik, seni rupa, seni pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni
busana, adat istiadat, dsbnya.
Masyarakat Jawa Tengah sebagai ahli
waris kebudayaan Jawa klasik bukanlah masyarakat yang homogen atau
sewarna, melainkan sebuah masyarakat besar yang mekar dalam
keanekaragaman budaya. Hal itu tercermin pada tumbuhnya wilayah-wilayah
budaya yang pada pokoknya terdiri atas wilayah budaya Negarigung,
wilayah budaya Banyumasan dan wilayah budaya Pesisiran.
Wilayah
budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta – Yogyakarta dan
sekitarnya merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan
tradisikraton(Surakarta dan Yogyakarta). Wilayah budaya Banyumasan
menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan Bagelen. Sedangkan wilayah budaya
pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah yang memanjang dari
Timur ke Barat.
Keragaman budaya tersebut merupakan kondisi dasar
yang menguntungkan bagi mekarnya kreatifitas cipta, ras dan karsa yang
terwujud pada sikap budaya.
Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang
seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita saksikan
pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Provinsi Jawa Tengah
yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di
Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat,
laut maupun udara. Provinsi ini telah melewati sejarah yang panjang,
dari jaman purba hingga sekarang.
Dalam usaha memperkenalkan daerah
Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya, Provinsi Jawa Tengah
sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan
daerah di Taman Mini “Indonesia Indah” yang juga disebut “Anjungan Jawa
Tengah”. Anjungan Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” merupakan
“show window” dari daerah Jawa Tengah.
Anjungan Jawa Tengah di Taman
Mini “Indonesia Indah” dibangun untuk membawakan wajah budaya dan
pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta bangunan
lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang
dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, yang berarsitektur Jawa asli.
Bangunan
induknya berupa “Pendopo Agung”, tiruan dari Pendopo Agung Istana
Mangkunegaran di Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat
kebudayaan Jawa. Propinsi Jawa Tengah juga terkenal dengan sebutan “The
Island of Temples”, karena memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi.
Miniatur dari candi Borobudur, Prambanan dan Mendut ditampilkan pula di
Padepokan Jawa Tengah. Padepokan Jawa Tengah juga merupakan tempat
untuk mengenal seni bangunan Jawa yang tidak hanya berupa bangunan rumah
tempat tinggal tetapi juga seni bangunan peninggalan dari jaman
Sanjayawangça dan Syailendrawangça.
Pendopo Agung yang berbentuk
”Joglo Trajumas” itu berkesan anggun karena atapnya yang luas dengan
ditopang 4 (empat) Soko guru (tiang pokok), 12 (dua belas) Soko Goco dan
20 (dua puluh) Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu
berkesan momot, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan
fungsinya sebagai tempat menerima tamu. Bangunan Pendopo Agung ini
masih dihubungkan dengan ruang Pringgitan, yang aslinya sebagai tempat
pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur
Limas. Bangunan lain adalah bentuk-bentuk rumah adat “Joglo Tajuk
Mangkurat”, “Joglo Pangrawit Apitan” dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
Sesuai
dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan
kesenia-kesenian daerah yang secara tetap didatangkan dari
Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi Jawa Tengah di samping
pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota, dengan
tidak meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga
kini masih tampak mewarnai berbagai aspek seni budaya itu sendiri,
adat-istiadat dan tata cara kehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Bangunan
Joglo Pangrawit Apitan di Anjungan Jawa Tengah TMII terletak
bersebelahan dengan sebuah panggung terbuka yang berlatar belakang
sebuah bukit dengan bangunan Makara terbuat dari batu cadas hitam
bertuliskan kata-kata “Ojo Dumeh” dalam huruf Jawa berukuran besar.
Perkataan Ojo Dumeh mempunyai makna yang dalam, sebab artinya, “Jangan
Sombong”, sebuah anjuran untuk senantiasa mampu mengendalikan diri,
justru di saat seseorang merasa mempunyai keberhasilan. Di panggung
inilah pengunjung dapat menyaksikan pergelaran acara khusus Anjungan
yang biasanya merupakan acara-acara pilihan.
Arsip Blog
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar