Selasa, 12 Maret 2013

Sujiwo Tejo: "tak bisa bayangkan Australia perang dengan Indonesia."

Diperbaharui 21 December 2012, 15:26 AEST
Hubungan Indonesia dan Australia tidak lagi tergantung hanya dengan hubungan antar pemerintah di Jakarta dan di Canberra, namun akan lebih tergantung pada hubungan pribadi atau individu-individu yang menjalin persahabatan antar negara, demikian ungkap Sujiwo Tejo, budayawan Indonesia yang baru-baru ini melakukan pementasan di kota Melbourne untuk memperingati 50 tahun ulang tahun kajian Indonesia di Universitas Monash Australia.
Munculnya ahli-ahli yang memahami budaya Indonesia ternyata juga membawa persahabatan di antara warga Australia yang datang ke Indonesia. Pertemuan-pertemuan secara berkala ketika mereka datang ke Indonesia untuk melakukan riset bisa membuahkan persahabatan antara dua bangsa yang berbeda.
“Kalau terjadi perang antara Indonesia dan Australia, saya tidak  membayangkan...sebab banyak sekali sahabat-sahabat saya di sini. Orang Australia yang mengerti tentang Indonesia, ahli ketroprak, Professor Barbara Hartley yang juga ahli Ludruk,” ujar Sujiwo Tejo.
Bahkan, bila berandai-andai akan terjadi perang, Sujiwo Tejo yang sempat berduet dengan pianis jazz Australia, Paul Grabowsky, mengatakan Indonesia akan kalah karena Australia sudah menguasai informasi tentang Indonesia. Banyak sekali pakar Indonesia, katanya, yang tahu isi perut Indonesia.
“Di sini ada yang menguasai budaya kekerasan di Bali dan Paul Thomas yang menguasai penerjemahan Bugis. Sementara kami orang-orang Indonesia mungkin tidak tahu banyak informasi tentang Australia,” tambah Sujiwo Tejo.
Tejo mengaku heran dengan banyaknya mahasiswa-mahasiwa Indonesia yang belajar di Australia hingga jenjang S-3 akan tetapi penelitian yang dilakukan justru mengenai Indonesia, misalnya penelitian tentang NU, atau partai-partai Islam dan demokrasi di Indonesia.  Padahal, menurutnya, bila mahasiswa Indonesia melakukan penelitian tentang Australia tentu akan banyak informasi Australia yang bisa dibawa pulang.
Seharusnya, menurut Sujiwo Tejo, ada keseimbangan antara informasi yang dipunyai Australia dan Indonesia, sebab, di masa depan, siapa yang menguasai informasi maka akan mudah menang dalam kondisi apa pun.
“Saya kaget ternyata ada orang yang meneliti budaya nongkrong dan juga Rhoma Irama. Ini hal kecil, namun mereka mau menelitinya,” ujar Tejo.
Namun Sujiwo Tejo optimis, hubungan antar pribadi yang dijalin lewat peneliti dan seniman antar bangsa akan mengantar hubungan Indonesia dan Australia menuju posisi yang semakin menguat.

Tidak ada komentar: